Friday, May 18, 2012

puisi-puisi terbaru

WAJAH TANYA

Untukmu
Kubacakan salam Qur’an
Wahai sukma kesenyapan
O para pencari
Senyapmu lebih senyap dari penghuni kubur
Biarkan tapak melebur
Berfikir tentang……
Sampai lelah di titik paling lemah
Sampai Tanya tak sekedar bahasa
Merenung setangguh gunung
Mersa selembut asa
Mengindra sekuat fisika
Menjerit setinggi langit
Menangis sesedih gerimis
Tertawa senikmat canda
Berkata sejelas suara
Membungkam sesepi malam
Bahkan, tatat setaat malikat
Tetap saja Tanya selalu ada
Tetap saja rahasia selalu menyapa
O, jiwa-jiwa petapa
Dunia adalah tempat cinta bekerja
Ibadah bukanlah menjauhi masalah
Pasrah bukanlah menyerah
Pasrah bukanlah menyerah
Sejarah adalah rangkaian duka menjadi suka
Tersenyumlah…..
Biarkan yang lupa,
Merasa meneng lalu tertawa
Merasa kalah lalu ke gua
Tertawalah…
Menhan tawa kau akan gila
Bertanyalah……
Setiap Tanya menyimpan rahasia
Ditanya awal degala
Ditanya akhir segala
Melangkalah
Berjalan bukan menempuh jarak
Tetapi berakhlah dengan akhlah sang punya aklah
Sampai keringat tak sudi diingat
Dimenara hati aku bersaksi,
Pasung kesombongan!
Pasti, dalam senyap menyelinap terdekap harap
O harap yang terdekap senyap
Di titian waktu kita berpacu
Berteman bayu menuju satu
Bertemu di ujung, bergerak keujung yang lain
Menuju dunia yang diluar kata-kata
Damana,
Air menjadi syair
Laut menjadi lahut
Udara jadi cinta
Asap jadi harap
Tanya jadi makna
Landai jadi andai
Ada melebur kata
Di mana ?
                      Fauz nur- Bandung, 2003





BINGKAI

Pelung hati penuh rindu
Menguntai di relung Qalbu
Cita berkari kian duga
Menejar mimpi
Bingkai seketika pergi
Tidur….tidurlah rindu
Tidurlah bak mayat
Kau terlalu lelah
Tidurlah….. tidurlah mimpi
Jemarimu kan kuuntai
Penuh pasti hasrat ini
Oh rindu…….. oh mimpi…..
Citamu akan kubangunkan
Dengan keciuoan hangat fajar
Entah kapan….entah kapan


Walu.
Guman langkahku saja yang selalu datang
Raman hidupkun selalu menghitam menang
Tenang…tenanglah remang
Melayang terbang ke awng-awang
Hitam…. Temaramlah kelam
Selamlah malam dengan doa-doa terbekam
O bingkai….
Susuri maknai diri
Bingkai diri hanyalah mimpi
Ketermenungan bak penyair
Tak mahir mengejar syair
Tasikmalaya, pesantren sukahideng, 1997
( revisi, 2004 )




DENGAN KASIH SAYANG

Dengan kasih sayang
Kita simpan bedil dan kelawang
Punahlah gairah untuk darah

Jangan!
Jangan dibunuh para linta darat
Ciumlah mesrah anak janda tak punya berayah
Dan sumbatlah jarimu pada mulut peletupan

Karena darah bajak dan perampok
Akan mudah mendidih dengan pelor
Mereka buakan tapira atau badak
Hatinya pun berurusan cinta kasih

Seperti jendela yang terbuka untuk angin sejuk!
Kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka
Hanya membenci yang nampak rampok
Hati tak bisa untuk berpelukan dengan hati mereka

Terlampau terbatas pada lahiriah masih pihak
Lahirlah yang terlalu banyak meminta!
Terhadap sajak yang paling utopis
Bacalah dengan senyuman yang sabar

Jangan dibenci kaum pembunuh
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri
Kere-kere jangan mengemis lagi

Dan terhadap penjahat yang paling laknat
Pandanglah dari jendela hati yang bersih

                                      
                                         W.S Randra,i961.

Bukan Hariku
pernah kutulis di angin
sajak cinta untukmu
hujan mengaburkan, matahari menghanguskan
namun abunya pastilah sampai di hatimu

pernah airmataku menetes tanpa alasan
memerihkan ingatan
seperti menghadapi kematian
hampa demikian dada
kukira-kira engkau seperti yang kupikirkan
gamang menegakan diri dalam keriuhan hari
antara tepuk tangan dan tawa riang
semoga abu itu membuat nafasmu tersendak

pernah aku menuliskan kepada angin
agar abu itu dikibas
dibuang jauh kemana saja
saat kuyakin; tak ada lagi waktu memberiku
kesempatan.
Ini bukan hariku
menuliskan sajak cinta untukmu
sebab hujan dan matahari tak lagi bersekutu

                                            (ubud, hari kedua, cok sawitri

MARADHANA

selagi bisa,
berbaringlah disebelahku
dengar angin membujuk cuaca
menenangkan risaumu
“perayu seperti aku tak miliki cinta,
hanya kata
yang membuatmu mengapung di awan”

selagi mampu
deraikanlah airmata
biarkan isak menyemut diantara senyap
desah itu, hatimu yang mengawang
“bintang miliki kedip, bulan miliki kemurungan,
tak adakah hari yang membuatmu
letih melamunkan perjalanan…”

selagi bisa
bukalah pintu
lihatlah daun-daun yang menggumamkan kesejukan
dengarkan angin yang merayu kehangatan
jangan biarkan sesal itu dimulai
sebab matamu ternujum desau
“semua penujum tak miliki hati
sebab telah diserahkan kepada ketakjuban”

selagi bisa
selagi mampu
jangan biarkan dirimu berbaring di sini,
sebab kata kini mengubah diri
menjadi tuah yang membutakan!


                                                                         (batu bulan, cok sawitri, 2009)

No comments:

Post a Comment